BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Iklim kelas yang kondusif , nyaman, dan terkendali adalah keinginan setiap guru. Agar apa yang
disampaikannya dimengerti dan diterima oleh siswa. Untuk menciptakan kondisi yang nyaman dan terkendali tersebut, diperlukan
adanya komitmen atau disiplin antara siswa dan guru. Agar terciptanya disiplin
tersebut, maka diperlukan adanya kontrak belajar antara siswa dan guru di awal
pembelajaran.
Siswa sebagai anak
didik dan objek dari proses pendidikan memiliki suatu
kewajiban yang
harus
dilaksanakan
yaitu
siswa
dituntut
untuk bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang ada. Di samping itu siswa juga
dituntut untuk mentaati tata tertib sekolah di
dalam menuju keberhasilan proses belajar mengajar,
membentuk karakteristik siswa agar disiplin dan bertanggungjawab.
Tujuan disiplin di sekolah adalah efektifitas proses belajar mengajar, maka
perilaku yang
dianggap mendukung proses belajar mengajar dianggap masalah disiplin. Kenyataan di lapangan sering terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang ada di sekolah, masih banyak siswa yang bertingkah laku kurang baik dan kurang benar
serta tidak dapat mengendalikan dorongan dirinya yang selalu berubah-ubah, sehingga pihak sekolah sulit untuk melakukan pembinaan disiplin kepada siswa.
B. Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah mengetahui bagaimana konsep disiplin atau komitmen
itu sendiri dan bagaimana menciptakan kontrak pembelajaran dalam kelas itu
sendiri
BAB II
MEMBANGUN KOMITMEN
DALAM MENEJEMEN KELAS
A.
Konsep Disiplin
1. Pengertian Disiplin
Disiplin merupakan sesuatu yang berkenaan dengan
pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-bentuk aturan. Peraturan dimaksud
dapat ditetapkan oleh orang yang bersangkutan maupun yang berasal dari luar.
Didalam pembucaraan disiplin ini kita mengenal dua istilah yang pengertiannya
hampir sama tetapi terbentuknya satu sama lain merupakan suatu urutan.
Berikut dikemukakan pendapat para ahli tentang makna disiplin:
a. Ametembun (1981)
Mengemukakan bahwa
disiplin merupakan siatu keadaan tertib dimana para pengikut tunduk dengan
senang hati pada ajaran pemimpinya.
b. Hadari nawawi (1985)
Menyebutkan disiplin atau tata tertib diartikan
sebagai kesediaan mematuhi ketentuan berupa peraturan-peraturan yang secara eksplisit
perlu juga mencakup sanksi-sanksi yang akan diterima jika terjadi pelanggaran
terhadap ketentuan-ketentuan tersebut.
c. Soegeng prijodarminto (1992)
Mengatakan bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang
tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian prilaku yang menunjukkan
nilai-nilai ketaatan, kepatuhan kesetiaan, ketentraman, keteraturan dan
ketertiban.[1]
Dari beberapa pengertian yang diungkapakan diatas
tampak bahwa disiplin pada dasarnya merupakan tindakan manajemen untuk
mendorong agar para anggota dalam sebuah organisasi atau kumpulan dapat
memenuhi berbagai ketentuan dan peratuuran yang berlaku dalam suatu organisasi,
yang didalamnya mencakup :
a. Adanya tata tertib atau ketentuan-ketentuan
b. Adanya kepatuhan para pengikut
c.
Adanya sangsi bagi
pelanggar
Kepatuhan dan
ketertiban siswa terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang berlaku
disekolahnya itu dapat disebut disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata tertib
dan berbagai ketentuan lainya yang berupaya mengatur perilaku siswa disebut
disiplin sekolah. Disiplin sekolah adalah upaya sekolah untuk memelihara
perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendoronng siswa untuk
berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlku
disekolah. Tujuan disiplin sekolah, menurut Maman Rachman adalah, :
a. Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang
b. Mendorong siswa melakukan yang baik dan benar
c. Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan dan menjauhi hal yang dilarang
oleh sekolah
d. Siswa belajar hidup dengan kebiasan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat
baginya dan lingkunganya.[2]
Dalam hal disiplin, seorang guru ditekankan untuk
melakukan pendekatan positif tentang disiplin,dengan menitikberatkan hubungan
antar manusia yang serasi dalam kelas itu. Usaha ini dilakukan sebagai langkah
untuk menciptakan situasi belajar efektif.
2.
Bentuk-Bentuk Disiplin
Starawaji menyatakan bahwa bentuk-bentuk
disiplin terdiri dari:
a.
Disiplin menggunakan waktu
Maksudnya bisa menggunakan dan membagi waktu dengan baik,
karena waktu amat berharga dan salah satu
kunci kesuksesan adalah dengan bisa menggunakan waktu dengan baik
b.
Disiplin dalam beribadah
Maksudnya ialah senantiasa beribadah dengan peraturan- peraturan yang terdapat didalamnya. Disiplin dalam beribadah amat dibutuhkan,
Allah SWT senantiasa menganjurkan manusia untuk disiplin.
c.
Disiplin dalam masyarakat
d.
Disiplin dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.[3]
Dari pemaparan bentuk-bentuk disiplin diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa, siswa di sekolah maupun dimasyarakat harus
mampu meletakkan segala sesuatu ditempatnya, siswa harus disiplin dimana saja
kapan saja baik itu disekolah, di masyarakat, karena disiplin termasuk salah
satu kunci untuk mengapai sukses.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin
Aptorinan menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi disiplin adalah:
a.
Faktor diri sendiri, kedisiplinan seorang individu itu dapat dipengaruhi oleh individu itu sendiri. Sikap seseorang yang melaksanakan kedisiplinan itu dipengaruhi oleh keinginannya sendiri dan datang
dari dalam diri siswa tersebut.
b.
Faktor keluarga, siswa
yang terbiasa dengan keluarga yang
disiplin, maka dalam melaksanakan kegiatan dilingkungan sekolahnya akan berjalan sesuai
dengan aturan. Namun begitu juga sebaliknya, dimana
siswa yang hidup dalam keluarga yang tanpa aturan dan keluarga yang bebas, maka siswa akan bertindak sesuai dengan keinginan hatinya.
c.
Faktor pergaulan dilingkungan, kedisiplinan seseorang itu juga
dipengaruhi oleh pergaulan dilingkungannya, dimana dan dengan siapa ia
bergaul maka akan mempengaruhi terhadap sikap dan perilaku yang ditimbulkan oleh peserta didik.
Seorang siswa tidak akan terlepas dari lingkungan masyarakat, oleh karena itu sedikit banyaknya akan berpengaruh baik itu positif maupun negatif.[4]
Menurut Crow
and Crow siswa yang kurang
disiplin dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain:
a.
Faktor Psikologik
Yang termasuk faktor psikologi adalah gangguan kesehatan,
gangguan kelenjar, dan
gangguan
psikis
dapat mempengaruhi
sikap anak, yang dapat mengganggu terciptanya suasana berdisiplin sekolah.
b.
Faktor perorangan
Tidak jarang bahwa sikap seorang anak
tidak
sesuai dengan standar yang berlaku di
sekolah.Beberapa sifat seperti itu adalah acuh tak acuh, mementingkan diri sendiri, menirukan kelakuan tak baik maupun terlalu mengucilkan diri sendiri. Sikap tersebut kesemuanya bila dibiarkan akan banyak siswa yang bersikap kurang
disiplin.
c.
Faktor sosial
Dalam kehidupan berkelompok akan timbul pengaruh sosial pada sikap seseorang, walaupun individu tersebut jarang untuk memahaminya. Pendidik perlu
berusaha mengikuti perkembangan sikap anak. Dalam kehidupan berkelompok setidak-tidaknya dikenal
tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan pengakuan orang lain, kebutuhan aktualisasi diri, dan kebutuhan kebebasan dalam bertindak.
d.
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi kedisiplinan
seseorang. Dalam hal
ini
situasi lingkungan akan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan, serta situasi
lingkungan seperti sekolah, keluarga dan masyarakat.[5]
B.
Urgensi Disiplin di Lingkungan Sekolah
Urgensi disiplin menurut Brown dan Brown dalam proses pendidikan dan pembelajaran yaitu:
1.
Rasa hormat terhadap otoritas/kewenangan.
Disiplin akan menyadarkan setiap siswa tentang kedudukannya, baik di kelas maupun
di luar kelas, misalnya kedudukannya
sebagai
siswa yang harus hormat terhadap guru dan kepala sekolah.
2.
Upaya untuk menanamkan kerjasama.
Disiplin dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan sebagai
upaya untuk menanamkan kerjasama, baik antara siswa, siswa dengan guru,
maupun siswa dengan lingkungannya.
3.
Kebutuhan untuk berorganisasi.
Disiplin dapat dijadikan sebagai upaya untuk menanamkan dalam diri setiap siswa mengenai kebutuhan berorganisasi.
4.
Rasa hormat terhadap orang lain.
Dengan ada
dan dijunjung tingginya disiplin dalam proses belajar, setiap siswa akan tahu
dan memahami tentang hak dan kewajibannya,
serta akan menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain.
5.
Kebutuhan untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan.
Dalam kehidupan selalu
dijumpai hal yang menyenangkan
dan
yang tidak menyenangkan. Melalui disiplin siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi hal-hal yang kurang atau
tidak
menyenangkan dalam kehidupan pada
umumnya dan dalam
proses belajar pada khususnya.
6.
Memperkenalkan contoh perilaku tidak disiplin.
Dengan memberikan contoh perilaku yang tidak disiplin
diharapkan siswa dapat menghindarinya atau dapat membedakan mana
perilaku disiplin dan yang tidak disiplin.[6]
C.
Upaya Meningkatkan Kedisiplinan
Reismen dan Payne
dalam buku
E. Mulyasa
mengemukakan strategi umum untuk mendisiplinkan peserta didik yaitu:
1.
Konsep
diri (self-concept);
strategi ini menekankan bahwa
konsep- konsep dari
masing-masing individu
merupakan
faktor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru
disarankan bersikap empatik, menerima, hangat dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan pikran dan perasaannya dalam memecahkan
masalah.
2.
Keterampilan berkomunikasi (communication skill); guru harus memiliki keterampilan berkomunikasi yang efektif agar mampu
menerima semua
perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.
Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical concequences); perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhdap dirinya.
Hal ini mendorong munculnya perilaku-perilaku salah. Untuk itu, guru disarankan:
a.
menunjukkan secara tepat tujuan perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik
dalam mengatasi perilakunya.
b.
memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
3.
Klasifikasi nilai (values clarification); strategi ini
dilakukan untuk membantu peserta
didik
dalam
menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk system nilainya sendiri.
4.
Analisis transaksional, (Transacsional analysis); disarankan agar guru
belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah.
5.
Terapi
realitas (reality terapi); sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini
guru harus bersikap positif dan beranggungjawab.
6.
Disiplin yang terintegrasi (assertive disciline); metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahkan peraturan. Prinsip-prinsip modifikasi
perilaku yang sistematik diimplemnetasikan
di kelas, termasuk pemanfaatan
papan tulis
untuk menuliskan nama-nma peserta
didik yang
beperilaku menyimpang.
7.
Modifikasi perilaku (behavior modificcation); perilaku salah
disebabkan
oleh lingkungan, sebagai tindakkan remediasi sehubungan dengan hal tersebut, dalam pembelajaran perlu diciptakan kondisi yang kondusif
8.
Tantanangn bagi disiplin (dare dicipline); guru
diharapkan cekatan, sangat tertorganisasi dan dalam pengendalian yang
tegas. Pendapat mengasusmsikan bahwa
peserta didik akan mengalami keterbtasn pada hari-hari pertama di sekolah, dan guru perlu membiarkan mereka untuk mengetahui siapa siapa yang berada dalam posisi sebagai kotapemimpin.[7]
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa dalam meningkatkan disiplin siswa, guru berperan penting dalam membuat para
siswa disiplin. Guru harus mampu menanamkan nilai kedisiplinan tersebut dalam diri siswa sehingga peraturan yang telah dibuat dapat berjalan dengan baik.
Guru juga berperan penting dalam menciptakan suasana kelas yan kondusif dan
efektif.
Mendisain peraturan dalam pengelolaan kelas merupakan suatu hal yang
dapat menciptakan pembelajaran yang kondusif dan efektif. Seharusnya peraturan
yang di disain di bahas bersama-sama
dengan peserta didik bahkan bisa diserahkan kepada peserta didik sehingga akan
timbul kesadaran pada diri peserta didik karena peraturan yang akan dilanggar
merupakan kesepakatan dia sendiri. Maka jika dia melanggar dia akan menjalani
hukuman dengan kesadarannya sendiri, dan hendaknya hukuman yang diberikan
bersifat mendidik dan education. Dan menghilangkan hukuman yang dengan
kekerasan, yang menimbulkan kekesalan kepada siswa dan tidak ada manfaatnya
bagi siswa. Ini merupakan salah satu
contoh mendisiplinkan siswa terhadap peraturan yang telah dibuat.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pembiasaan disiplin pada diri anak penting karena
dengan disiplin dapat memantapkan peran social anak.Orang yang terlatih
disiplin akan lebih besar kemungkinannya meraih keberhasilan ketimbang
orang yang tidak disiplin. Dalam penanaman disiplin perlu peran orang tua di
rumah maupun guru di sekolah. Dalam pendisiplinan anak, banyak
aspek-aspek yang berkaitan, di antaranya adalah menyangkut peran orang tua
dan guru dalam pendisiplinan anak, penyesuaian diri anak dan penerimaan lingkungan
pada anak. Disiplin dapat dikatakan sebagai alat pendidikan bagi anak, sebab
dengandisiplin anak dapat membentuk sikap teratur dan mentaati norma aturan
yang ada
Jika
anak sudah disiplin dalam melakukan suatu hal, maka guru pun tidak payah lagi dalam
pengelolaan kelas, karena siswa telah sadar akan tanggung jawabnya sebagai
seorang siswa. Dan akan mendukungf kelancaran proses belajar mengajar.
B.
SARAN
Penuis berharab makalah ini
dapat dijadikan pedoan bagi para pembaca hal perkuliahan, dan jga makalah ini
dapat dijadikan bahan kuliah dalam mengikuti perkuliahan manajemen kelas.
.
[1]
http://MEMBANGUN
KOMITMEN DALAM KEGIATAN PENGELOLAAN KELAS _ Kadri Bonjoly's Blog.htm
[2]
http://MEMBANGUN
KOMITMEN DALAM KEGIATAN PENGELOLAAN KELAS _ Kadri Bonjoly's Blog.htm
[4]
Aptorinan, “Kedisiplinan Penting dalam Proses Pendidikan
di Sekolah”, http://syopian.net/blog/?=623html(14 Desember 2010)
[5]
Crow and Crow, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Rake Sarasin PO Bok 83, 1990), cet 2,hal 144
[7]
E. Mulyasa,
Implementasi Kurikuum 2004 panduan
pembelajaran KBK, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2004), hal. 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar