Senin, 09 Maret 2015

kode etik guru



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Persoalan guru dalam dunia pendidikan selalu mendapat perhatian besar dari pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah memandang mereka sebagai media yang sangat penting artinya bagi pembinaan dan pengembangan bangsa. Mereka adalah pengemban tugas-tugas sosio-kultural yang berfungsi mempersiapkan generasi muda sesuai dengan cita-cita bangsa. Sementara masyarakat memandang pekerjaan guru merupakan pekerjaan istimewa yang berbeda dengan pekerjaan-pekerjaan lain.
Dalam pandangan masyarakat, pekerjaan guru bukan semata-mata sebagai mata pencaharian belaka yang sejajar dengan pekerjaan tukang kayu atau pedagang atau yang lain. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan Negara dan masa depan bangsa. Masyarakat menaruh harapan besar pada guru, agar melahirkan generasi masa depan yang lebih baik. Mereka diharapkan menjadi suri tauladan bagi anak didiknyadan mampu membimbing mereka menuju pola hidup yang menjunjung tinggi moral dan etika. Agar tugas yang di emban oleh guru dapat berjalan dengan baik dan sesuai harapan maka di bentuklah kode etik guru. Guna sebagai acuan bagi guru atas tugas yang dilakukannya. Oleh sebab itu, pemakalah mengangkat judul makalah kali ini kode etik dan kode etik guru di Indonesia.

B.     Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari makalah ini, yaitu :
                     1.         Mengetahui pengertian kode etik dan kode etik guru
                     2.         Mengetahui tujuan kode etik dank ode etik guru
                     3.         Mengetahui sanksi dari pelanggaran kode etik guru








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kode Etik dan Kode Etik Guru
       Istilah etik (ethica) mengandung makna nilai-nilai yang mendasari perilaku manusia. Kata etik juga disepadankan dengan istilah adab, moral, ataupun akhlak. Etik berasal dari perkataan ethos, yang berarti watak. Sementara adab adalah keleluhuran budi, yang berarti menimbulkan kehalusan budi atau kesusilaan, baik yang menyangkut bathin maupun yang lahir. [1]

Dari pengertian ini, diharapkan dalam jiwa seorang guru terdapat watak dan kebaikan budi yang selalu menyinari jiwa peserta didiknya, menjadi tauladan bagi sesama pendidik, serta juga menjadi panutan bagi masyarakat luas.
Sedangkan dalam beberapa sumber yang lain, kode etik diartikan sebagai berikut :
           1.         Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Pasal 28 menyatakan bahwa “ Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.” Dalam penjelasan Undang-Undang tersebut dinyatakan dengan adanya Kode Etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negeri Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pegawai negeri.
           2.         Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI ke XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan penggilan pengabdian bekerja sebagai guru.
           3.         Dalam UUGD, Pasal 43, dikemukakan hal sebagai berikut :
a.       Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan, dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik.
b.      Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan. [2]
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kode etik suatu profesi merupakan norma-norma yang harus diindahkan dan diamalkan oleh setiap anggotanya dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagaimana seseorang harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan, tentang apa yang tidak boleh dilakukan atau dilaksanakan, bukan hanya dalam menjalankan profesinya tetapi juga dalam menjalankan kehidupan di dalam masyarakat.
Adapun rumusan kode etik guru yang merupakan kerangka pedoman guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya itu sesuai dengan hasil kongres PGRI XIII, yang terdiri dari Sembilan item berikut ini :
a.       Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
b.      Guru memiliki kejujuran dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
c.       Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memeroleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
d.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
e.       Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
f.       Guru secara sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
g.      Guru menciptakan dan memelihara hubungan antarsesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
h.      Guru secara bersama-samamemelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
i.        Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.[3]
Dengan memahami uraian di atas, maka seorang guru mampu berperan katif dalam upaya memberikan motivasi kepada peserta didik. Dengan demikian, kegiatan belajar-mengajar akan berjalan dengan baik, sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal.
B.     Tujuan Kode Etik dan Kode Etik Guru
       Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik  dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum ada beberapa tujuan dari kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya, untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi, untuk meningkatkan mutu profesi dan untuk menungkatkan mutu organisasi profesi. [4]

a.       Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini, kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah profesi yang sedang digeluti. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik juga seringkali disebut kode kehormatan.

b.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi kesejahteraan lahir maupun bathin. Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya.
Misalnya, dengan menetapkan tariff-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tariff di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan bathin para anggota profesi, kode etik umumnya member petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesame rekan anggota profesi.

c.       Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.

d.      Untuk meningkatkan mutu profesi
Peningkatan mutu dan kualitas profesi guru sangat diperlukan apalagi dengan terjadinya perubahan yang sangat pesat sekali dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi saat ini. Mau tidak mau guru harus terus meningkatkan mutu diri dengan mengembangkan diri serta berusaha mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai seorang guru yang professional banyak tugas yang harus dilakukan diantaranya adalah sebagai pendidik, pengajar, pelatih serta pembimbing. Tugas-tugas tersebut harus dilaksanakan guru dengan professional. Dengan menjadikan kode etik sebagai acuan serta seorang profesi dapat meningkatkan mutu dan kualitas dirinya.

e.       Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi suatu profesi itu, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi. Dengan memahami dan menjalankan kode etik yang telah ditetapkan, maka juga dapat meningkatkan mutu organisasi itu sendiri, karena tidak ada pelanggaran dalam kode etik itu sendiri.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.

C.    Sanksi Pelanggaran Kode Etik Guru
Sesuai dengan defenisi kode etik guru, yang menyebutkan bahwa kode etik guru adalah sebagai landasan moral seorang guru dalam menjalankan profesinya, maka sanksi yang diberikan kepada guru yang melanggar kode etik adalah berupa sanksi moral.

       Pelanggaran sebagaimana bunyi kode etik guru dalam UU guru dan dosen pasal 8 ayat 1 adalah perilaku menyimpang dan tidak melaksanakan kode etik guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku. Sedangkan jenis pelanggaran itu sendiri pada ayat 3 meliputi pelanggaran ringan, sedang, dan berat.[5]

Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melanggar kode etik Guru Indonesia adalah wewenang Dewan kehormatan Guru Indonesia sebagaimana bunyi UU guru dan dosen No.14 tahun 2005 pasal 9 ayat 1, yang harus diberikan secara objektif, transparan, dan tidak memihak. Pada pasal 4 ditegaskan lagi pemberian sanksi dalam upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.
Jadi, pada dasarnya sanksi yang diberikan kepada guru yang melanggar kode etik adalah untuk menjaga martabat guru itu sendiri. Hakikatnya guru adalah seseorang yang akan digugu dan ditiru di lingkungannya yang apabila ada perilaku guru yang tidak sesuai dengan landasan kode etik maka implikasinya terhadap peserta didik. Bahkan sanksi yang dijatuhkan bukan hanya sanksi moral lagi, tetapi juga akan mengarah kepada sanksi hokum baik perdata maupun pidana kalau pelanggaran yang dilakukan juga sudah masuk koridor hukum.























Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan Negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUd 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman pada dasar-dasar sebagai berikut :
  1.         Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila
  2.         Guru memiliki dan melaksanakan tujuan professional
  3.         Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan
  4.         Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar
  5.         Guru memelihara hubungan baik dengan orangtua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
  6.         Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya
  7.         Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, kesetiakawanan social
  8.         Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI, sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
  9.         Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan dan diamalkan oleh setiap anggotanya dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan hidup sehari-hari di masyarakat. Sedangkan kode etik guru adalah norma-norma yang harus dindahkan dan diamalkan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik.
Tujuan adanya kode etik, yaitu :
           1.         Untuk menjunjung tinggi martabat profesi,
           2.         Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya,
           3.         Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi,
           4.         Untuk meningkatkan mutu profesi, dan
           5.         Untuk menungkatkan mutu organisasi profesi.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik guru tersebut maka sanksi yang diberikan ialah bisa berupa teguran (sanksi moral) dan hukuman pidana.
B.     Saran
Dengan adanya makalah ini semoga bisa menjadi acuan bagi pembaca dalam melaksanakan proses perkuliahan dan menjadi acuan untuk profesi guru setelah tamat nantinya. Penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan kriikan dan saran terhadap makalah ini, agar kedepannya dapat lebih baik.












DAFTAR PUSTAKA

Herawati, Susi. 2009. Etika dan Profesi Keguruan. Batusangkar : STAIN Batusangkar Press

Mujtahid. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Malang : UIN-Malang Press

Mulyasa. 2008. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung : PT Rosdakarya

Sardiman, A.M. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada

Soetjipto, Raflis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta : PT Rineka Cipta



[1] Mujtahid, Pengembangan Profesi Guru, (Malang : UIN Maliki Press, 2011) hal.42
[2] Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2008) hal. 42
[3] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar ( Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2011) hal. 152-159
[4] Soetjipto, Profesi Keguruan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009) hal. 31-32
[5] Susi Herawati, Etika dan Profesi Keguruan, (Batusangkar: STAIN Batusangkar Press, 2009) hal. 24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar