Senin, 09 Maret 2015

SASARAN SIKAP PROFESIONAL



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Guru adalah seorang pendidik yang profesional mempunyai citra yang baik di tengah-tengah masyarakat apabila ia dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi seorang guru. Pada prinsipnya profesi guru adalah dapat dikategorikan suatu pekerjaan yang ideal untuk memberikan pelayanan pendidikan terhadap masyarakat yang membutuhkan. Seorang guru harus mengetahui bagaimana ia bersikap yang baik terhadap profesinya, dan bagaimana seharusnya sikap profesi itu dikembangkan sehingga mutu pelayanan setiap anggota kepada masyarakat makin lama makin meningkat.
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU. No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1.4). Guru sebagai pendidik professional dituntut untuk selalu menjadi teladan bagi masyarakat di sekelilingnya.
Sasaran dari sikap professional guru ini ada beberapa sasaran, di antaranya adalah sasaran sikap terhadap peraturan perundang-undangan dan terhadap organisasi profesi. Hal ini sangat penting diketahui dan pahami oleh setiap guru, karena sangat banyak sekali guru pada saat ini yang kurang memahami tentang perannya dalam organisasi keguruan. Kebanyakan mereka hanya terdaftar sebagai anggota organisasi tersebut tanpa mengetahui dan menjalankan tugas dan peranannya dengan baik. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami memaparkan sasaran sikap professional guru terhadap peraturan perundang-undangan dan sasaran sikap professional guru terhadap organisasi profesi.






B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan makalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana sasaran sikap professional guru terhadap peraturan perundang-undangan?
2.      Bagaimana sasaran sikap professional guru terhadap organisasi profesi

C.     Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui dan memahami sasaran sikap professional guru terhadap peraturan perundang-undangan
2.      Agar guru dapat memahami organisasinya dengan baik dan menjalankannya dengan baik pula.













BAB II
SASARAN SIKAP PROFESIONAL
A.    Sasaran Sikap Profesional Terhadap Perundang-undangan
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemajuan zaman, dan kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang berkualitas, dirasakan perlunya Undang-Undang  Guru, yang mengatur secara khusus berbagai aspek tentang dunia guru, baik yang menyangkut hak maupun kewajibannya. Hal ini penting, karena jumlah guru di Indonesia merupakan populasi pegawai negeri yang cukup besar, jadi wajar kalau ada undang-undang yang  khusus mengatur guru.[1]
Sikap terhadap peraturan perundang-undangan adalah suatu pola prilaku yang menunjukkan guru dalam menjalankan tugas mengajar, membimbing, mendidik dan sebagainya, berdasarkan peraturan – peraturan yang ditetapkan pemerintah apalagi terkait dengan peraturan kebijakan pendidikan.[2]
Pada butir Sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa: “ Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan “ (PGRI, 1973).[3] Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Departemen Pendidikan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain: pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain. Kebijaksanaan pemerintah tersebut biasanya akan dituangkan ke dalam bentuk ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan – ketentuan pemerintah ini selanjutnya dijabarkan ke dalam program-program umum pendidikan.
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departement pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di Negara kita. Sebagai contoh, peraturan tentang (berlakunya) kurikulum sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan pembiayaan pendidikan (SPP), ketentuan tentang penerimaan murid baru, penyelenggaraan evaluasi belajar tahap akhir (EBTA), dan lain sebagainya.[4]    
Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut, seperti yang tertentu dalam dasar yang kesembilan dari kode etik guru. Dasar ini juga menunjukkan bahwa guru indonesia harus tunduk dan taat kepada pemerintah indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga guru indonesiia tidak mendapat pengaruh yang negatif dari pihak luar, yang ingin memeksakan idenya melalui dunia pendidikan.
Dengan demikian, setiap guru indonesia wajib tunduk dan taat kepada segala ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia harus taat kepada kebijakan dan peraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun departemen lain yang berwenang mengatur pendidikan, di pusat dan di daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia.[5]

B.     Sasaran Sikap Profesional Terhadap Organisasi Profesi
Sikap ini terkait dengan sikap guru terhadap organisasinya. Guru wajib menjadi anggota profesi guru, diantara organisasi guru itu adalah PGRI, ISPI, HISAPIN, KKG, MGMP, dan sebagainya. PGRI sebagai salah satu organisasi terbesar yang menaungi guru di Indonesia adalah sebagai sarana pengembangan diri guru. Untuk itu guru harus dapat memanfaatkan organisasi guru tersebut sebagai wadah untuk peningkatan diri, sehingga dapat meningkatkan marwah dan martabat profesi. Sebagaimana dalam kode etik guru keenam bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatan mutu dan martabat profesi. Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang guru dan dosen pasal 41 ayat 2, bahwa fungsi organisasi profesi guru adalah untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karir, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.[6] 
Dalam UU. No 14 Tahun 2005 pasal 7.1.i disebutkan bahwa ” guru harus memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.” Pasal 41.3 menyebutkan ” Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi” Ini berarti setiap guru di Indonesia harus tergabung dalam suatu organisasi yang berfungsi sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Di Indonesia organisasi ini disebut dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Ini makin menegaskan bahwa setiap guru di Idonesia harus tergabung dalam PGRI dan berkewajiban serta bertanggung jawab untuk menjalankan, membina, memelihara dan memajukan PGRI sebagai organisasi profesi. Baik sebagai pengurus ataupun sebagai anggota. Hal ini dipertegas dalam dasar keenam kode etik guru bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan, dan meningkatkan martabat profesinya.[7]
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya perana organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan suatu system, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan system. Ada hubungan timbale balik antara anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak.[8]
Organisasi profesional harus membina mengawasi para anggotanya. Jelas yang dimaksud bukan hanya ketua, atau sekretaris, atau beberapa orang pengurus tertentu saja, tetapi yang dimaksud dengan organisasi di sini adalah semua anggota dengan seluruh pengurus dan segala perangkat dan alat-alat perlengkapannya. Kewajiban membina organisasi profesi merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Oleh sebab itu, semua anggota dan pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat dalam organisasi merupakan wakil-wakil formal dari keseluruhan anggota organisasi, maka merekalah yang melaksanakan tindakan formal berdasarkan wewenang yang telah didelegasikan kepadanya oleh seluruh anggota organisasi itu. Dalam kenyataannya, para pejabat itulah yang memegang peranan fungsional dalam melakukan tindakan pembinaan sikap organisasi, merekalah yang mengkomunikasikan segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotanya. Dan mereka pula yang mengambil tindakan apabila diperlukan.
Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya menjadi efektif dan efisien. Dengan perkataan lain setiap anggota profesi, apakah ia sebagai pengurus atau anggota biasa, wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatan mutu organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.
Dalam dasar keenam dari Kode Etik ini dengan gamblang juga dituliskan, bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Dasar ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesi itu sendiri.
Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademik lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi tidak hanyaterbatas pada pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan diperguruan tinggi saja, melainkan dapat juga dilakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan.
Usaha peningkatan dan pengembangan mutu profesi dapat dilakukan secara perseorangan oleh para anggotanya, ataupun juga dapat dilakukan secara bersama. Lamanya programnya peningkatan pembinaan itu pun beragam sesuai dengan yang diperlukan. Secara perseorangan peningkatan mutu profesi seorang guru dapat dilakukan baik secara formal maupun secara informal. Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam berbagai kursus, sekolah maupun kuliah di perguruan tinggi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang profesinya. Di samping itu, secara informal guru dapat saja meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari mass media (surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain) atau dari buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan. [9]
Peningkatan mutu profesi keguruan dapat pula direncanakan dan dilakukan secara bersama atau kelompok. Kegiatan berkelompok ini dapat berupa panataran, lokakarya, seminar, symposium, atau bahkan kuliah di suatu lembaga pendidikan yang diatur secara tersendiri. Misalnya program penyetaraan D-II guru-guru sekolah dasar, dan program penyetaraan D-III guru-guru SLTP, adalah contoh-contoh kegiatan berkelompok yang diatur tersendiri.
Kalu sekarang kita lihat kebanyakan dari usaha peningkatan mutu profesi diprakarsai dan dilakukan oleh pemerintah, maka di waktu mendatang diharapkan organisasi profesilah yang seharusnya merencanakan dan melaksanakannya, sesuai dengan fungsi dan peran organisasi itu sendiri.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departement pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di Negara kita.
Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh aparatur dan abdi negara. Guru mutlak merupakan unsur aparatur dan abdi negara. Karena itu guru harus`mengetahui dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. Setiap Guru di Indonesia wajib tunduk dan taat terhadap kebijaksanaan dan peraturan yang ditetapkan dalam bidang pendidikan, baik yang dikeluarkan oleh Depdikbud maupun departemen lainnya yang berwenang mengatur pendidikan. Kode Etik Guru Indonesia memiliki peranan penting agar hal ini dapat terlaksana.
. Di Indonesia organisasi guru disebut dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Guru harus dapat memanfaatkan organisasi guru tersebut sebagai wadah untuk peningkatan diri, sehingga dapat meningkatkan marwah dan martabat profesi. Sebagaimana dalam kode etik guru keenam bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatan mutu dan martabat profesi.

B.     Saran
Pemakalah berharap dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi pemakalah sendiri. Serta dapat di jadikan sebagai rujukan dalam proses belajar mengajar. Dan kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan, oleh karena itu pemakalah mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca untuk pembuatan makalah selanjutnya.


[1] Mulyasa. 2009. Menjadi Guru Profesional. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya), hal 195
[2] Susi Herawati. 2009. Etika dan Profesi Keguruan. (Batusangkar : STAIN Press), hal 26-27
[3] Soetjipto, Raflis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. (Jakarta : Rineka Cipta), hal 43
[4] Soetjipto, Raflis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. (Jakarta : Rineka Cipta), hal 43-44
[6]  Susi Herawati. 2009. Etika dan Profesi Keguruan. (Batusangkar : STAIN Press), hal 27-28
[8] Soetjipto, Raflis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. (Jakarta : Rineka Cipta), hal 44-45
[9]  Soetjipto, Raflis Kosasi. 2009. Profesi Keguruan. (Jakarta : Rineka Cipta), hal 46

1 komentar: