BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Guru adalah seorang pendidik yang
profesional mempunyai citra yang baik di tengah-tengah masyarakat apabila ia
dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi seorang guru. Pada
prinsipnya profesi guru adalah dapat dikategorikan suatu pekerjaan yang ideal
untuk memberikan pelayanan pendidikan terhadap masyarakat yang membutuhkan.
Seorang guru harus mengetahui bagaimana ia bersikap yang baik terhadap
profesinya, dan bagaimana seharusnya sikap profesi itu dikembangkan sehingga
mutu pelayanan setiap anggota kepada masyarakat makin lama makin meningkat.
Profesional adalah pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan
yang memerlukan keahlian, kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu
atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU. No. 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen pasal 1.4). Guru sebagai pendidik professional dituntut
untuk selalu menjadi teladan bagi masyarakat di sekelilingnya.
Sasaran dari sikap professional guru ini
ada beberapa sasaran, di antaranya adalah sasaran sikap terhadap peraturan
perundang-undangan dan terhadap organisasi profesi. Hal ini sangat penting
diketahui dan pahami oleh setiap guru, karena sangat banyak sekali guru pada
saat ini yang kurang memahami tentang perannya dalam organisasi keguruan.
Kebanyakan mereka hanya terdaftar sebagai anggota organisasi tersebut tanpa
mengetahui dan menjalankan tugas dan peranannya dengan baik. Oleh karena itu,
dalam makalah ini kami memaparkan sasaran sikap professional guru terhadap
peraturan perundang-undangan dan sasaran sikap professional guru terhadap
organisasi profesi.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan makalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sasaran sikap professional
guru terhadap peraturan perundang-undangan?
2. Bagaimana sasaran sikap professional
guru terhadap organisasi profesi
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami sasaran
sikap professional guru terhadap peraturan perundang-undangan
2. Agar guru dapat memahami organisasinya
dengan baik dan menjalankannya dengan baik pula.
BAB II
SASARAN SIKAP
PROFESIONAL
A.
Sasaran Sikap Profesional Terhadap
Perundang-undangan
Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kemajuan zaman, dan kebutuhan masyarakat akan
pendidikan yang berkualitas, dirasakan perlunya Undang-Undang Guru, yang mengatur secara khusus berbagai
aspek tentang dunia guru, baik yang menyangkut hak maupun kewajibannya. Hal ini
penting, karena jumlah guru di Indonesia merupakan populasi pegawai negeri yang
cukup besar, jadi wajar kalau ada undang-undang yang khusus mengatur guru.[1]
Sikap terhadap peraturan
perundang-undangan adalah suatu pola prilaku yang menunjukkan guru dalam
menjalankan tugas mengajar, membimbing, mendidik dan sebagainya, berdasarkan
peraturan – peraturan yang ditetapkan pemerintah apalagi terkait dengan
peraturan kebijakan pendidikan.[2]
Pada butir Sembilan Kode Etik Guru
Indonesia disebutkan bahwa: “ Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan “ (PGRI, 1973).[3]
Kebijaksanaan pendidikan di negara kita dipegang oleh pemerintah, dalam hal ini
oleh Departemen Pendidikan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan kebudayaan
mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang merupakan
kebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain:
pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain
dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan
generasi muda dengan menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain.
Kebijaksanaan pemerintah tersebut biasanya akan dituangkan ke dalam bentuk
ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan – ketentuan pemerintah ini
selanjutnya dijabarkan ke dalam program-program umum pendidikan.
Guru merupakan unsur aparatur negara dan
abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut.
Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala
peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departement
pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lain
dalam rangka pembinaan pendidikan di Negara kita. Sebagai contoh, peraturan
tentang (berlakunya) kurikulum sekolah tertentu, pembebasan uang sumbangan
pembiayaan pendidikan (SPP), ketentuan tentang penerimaan murid baru,
penyelenggaraan evaluasi belajar tahap akhir (EBTA), dan lain sebagainya.[4]
Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijakan pemerintah dalam
bidang pendidikan, Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut, seperti yang
tertentu dalam dasar yang kesembilan dari kode etik guru. Dasar ini juga
menunjukkan bahwa guru indonesia harus tunduk dan taat kepada pemerintah
indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga guru indonesiia tidak
mendapat pengaruh yang negatif dari pihak luar, yang ingin memeksakan idenya
melalui dunia pendidikan.
Dengan demikian, setiap guru indonesia
wajib tunduk dan taat kepada segala ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam
bidang pendidikan ia harus taat kepada kebijakan dan peraturan, baik yang
dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun departemen lain
yang berwenang mengatur pendidikan, di pusat dan di daerah dalam rangka
melaksanakan kebijakan-kebijakan pendidikan di Indonesia.[5]
B.
Sasaran Sikap Profesional Terhadap Organisasi
Profesi
Sikap ini terkait dengan sikap guru
terhadap organisasinya. Guru wajib menjadi anggota profesi guru, diantara
organisasi guru itu adalah PGRI, ISPI, HISAPIN, KKG, MGMP, dan sebagainya. PGRI
sebagai salah satu organisasi terbesar yang menaungi guru di Indonesia adalah
sebagai sarana pengembangan diri guru. Untuk itu guru harus dapat memanfaatkan
organisasi guru tersebut sebagai wadah untuk peningkatan diri, sehingga dapat
meningkatkan marwah dan martabat profesi. Sebagaimana dalam kode etik guru
keenam bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatan
mutu dan martabat profesi. Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang guru dan
dosen pasal 41 ayat 2, bahwa fungsi organisasi profesi guru adalah untuk
memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karir, wawasan kependidikan,
perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.[6]
Dalam UU. No 14 Tahun 2005 pasal 7.1.i
disebutkan bahwa ” guru harus memiliki organisasi profesi yang mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.” Pasal
41.3 menyebutkan ” Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi” Ini berarti
setiap guru di Indonesia harus tergabung dalam suatu organisasi yang berfungsi
sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Di
Indonesia organisasi ini disebut dengan Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI). Ini makin menegaskan bahwa setiap guru di Idonesia harus tergabung
dalam PGRI dan berkewajiban serta bertanggung jawab untuk menjalankan, membina,
memelihara dan memajukan PGRI sebagai organisasi profesi. Baik sebagai pengurus
ataupun sebagai anggota. Hal ini dipertegas dalam dasar keenam kode etik guru
bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan, dan meningkatkan
martabat profesinya.[7]
Guru secara bersama-sama memelihara dan
meningkatan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya perana organisasi profesi
sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan
pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk
membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut
sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan
kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI merupakan suatu system, guru harus
bertindak sesuai dengan tujuan system. Ada hubungan timbale balik antara
anggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun
dalam mendapatkan hak.[8]
Organisasi profesional harus membina
mengawasi para anggotanya. Jelas yang dimaksud bukan hanya ketua, atau
sekretaris, atau beberapa orang pengurus tertentu saja, tetapi yang dimaksud
dengan organisasi di sini adalah semua anggota dengan seluruh pengurus dan
segala perangkat dan alat-alat perlengkapannya. Kewajiban membina organisasi
profesi merupakan kewajiban semua anggota bersama pengurusnya. Oleh sebab itu,
semua anggota dan pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat dalam
organisasi merupakan wakil-wakil formal dari keseluruhan anggota organisasi,
maka merekalah yang melaksanakan tindakan formal berdasarkan wewenang yang
telah didelegasikan kepadanya oleh seluruh anggota organisasi itu. Dalam
kenyataannya, para pejabat itulah yang memegang peranan fungsional dalam
melakukan tindakan pembinaan sikap organisasi, merekalah yang mengkomunikasikan
segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotanya. Dan mereka pula
yang mengambil tindakan apabila diperlukan.
Setiap anggota harus memberikan sebagian
waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga
yang diberikan oleh para anggota ini dikoordinasikan oleh para pejabat
organisasi tersebut, sehingga pemanfaatannya menjadi efektif dan efisien.
Dengan perkataan lain setiap anggota profesi, apakah ia sebagai pengurus atau
anggota biasa, wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatan
mutu organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi.
Dalam
dasar keenam dari Kode Etik ini dengan gamblang juga dituliskan, bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama,
mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Dasar ini
sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu
meningkatkan mutu dan martabat profesi itu sendiri.
Untuk meningkatkan mutu suatu profesi,
khususnya profesi keguruan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam
jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademik lainnya. Jadi,
kegiatan pembinaan profesi tidak hanyaterbatas pada pendidikan prajabatan atau
pendidikan lanjutan diperguruan tinggi saja, melainkan dapat juga dilakukan
setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan ataupun sedang dalam
melaksanakan jabatan.
Usaha peningkatan dan pengembangan mutu
profesi dapat dilakukan secara perseorangan oleh para anggotanya, ataupun juga
dapat dilakukan secara bersama. Lamanya programnya peningkatan pembinaan itu
pun beragam sesuai dengan yang diperlukan. Secara perseorangan peningkatan mutu
profesi seorang guru dapat dilakukan baik secara formal maupun secara informal.
Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam
berbagai kursus, sekolah maupun kuliah di perguruan tinggi atau lembaga lain
yang berhubungan dengan bidang profesinya. Di samping itu, secara informal guru
dapat saja meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari mass media (surat kabar, majalah, radio,
televisi, dan lain-lain) atau dari buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi
yang bersangkutan. [9]
Peningkatan mutu profesi keguruan dapat
pula direncanakan dan dilakukan secara bersama atau kelompok. Kegiatan
berkelompok ini dapat berupa panataran, lokakarya, seminar, symposium, atau
bahkan kuliah di suatu lembaga pendidikan yang diatur secara tersendiri.
Misalnya program penyetaraan D-II guru-guru sekolah dasar, dan program
penyetaraan D-III guru-guru SLTP, adalah contoh-contoh kegiatan berkelompok
yang diatur tersendiri.
Kalu sekarang kita lihat kebanyakan dari
usaha peningkatan mutu profesi diprakarsai dan dilakukan oleh pemerintah, maka
di waktu mendatang diharapkan organisasi profesilah yang seharusnya
merencanakan dan melaksanakannya, sesuai dengan fungsi dan peran organisasi itu
sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Guru merupakan unsur aparatur negara dan
abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui
kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut.
Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala
peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departement
pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupun di daerah, maupun departemen lain
dalam rangka pembinaan pendidikan di Negara kita.
Kebijaksanaan pendidikan di negara kita
dipegang oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui ketentuan-ketentuan
dan peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh aparatur dan abdi negara.
Guru mutlak merupakan unsur aparatur dan abdi negara. Karena itu guru
harus`mengetahui dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. Setiap
Guru di Indonesia wajib tunduk dan taat terhadap kebijaksanaan dan peraturan
yang ditetapkan dalam bidang pendidikan, baik yang dikeluarkan oleh Depdikbud
maupun departemen lainnya yang berwenang mengatur pendidikan. Kode Etik Guru
Indonesia memiliki peranan penting agar hal ini dapat terlaksana.
. Di Indonesia organisasi guru disebut
dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Guru harus dapat memanfaatkan
organisasi guru tersebut sebagai wadah untuk peningkatan diri, sehingga dapat
meningkatkan marwah dan martabat profesi. Sebagaimana dalam kode etik guru keenam
bahwa guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatan mutu
dan martabat profesi.
B.
Saran
Pemakalah berharap dengan adanya makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi pemakalah sendiri. Serta dapat
di jadikan sebagai rujukan dalam proses belajar mengajar. Dan kami menyadari
bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kesalahan, oleh karena itu
pemakalah mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca untuk pembuatan makalah
selanjutnya.
[1] Mulyasa. 2009. Menjadi Guru Profesional. (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya), hal 195
[2] Susi Herawati. 2009. Etika dan Profesi Keguruan. (Batusangkar
: STAIN Press), hal 26-27
[3] Soetjipto, Raflis
Kosasi. 2009. Profesi Keguruan.
(Jakarta : Rineka Cipta), hal 43
[4] Soetjipto, Raflis
Kosasi. 2009. Profesi Keguruan.
(Jakarta : Rineka Cipta), hal 43-44
[6] Susi Herawati. 2009. Etika dan Profesi Keguruan. (Batusangkar : STAIN Press), hal 27-28
[8] Soetjipto, Raflis
Kosasi. 2009. Profesi Keguruan.
(Jakarta : Rineka Cipta), hal 44-45
terima kasih, sangat membantu tugas saya..
BalasHapus